Review: Supernova Inteligensi Embun Pagi

Friday 10 June 2016

Berdasarkan memo direksi per tanggal 20 Mei, pengajuan tagihan maksimal diterima tanggal 3 Juni dan akan dibuka kembali per tanggal 12 Juli. Sekian. Memo ini sekaligus menjadi penanda untuk saya bahwa kerjaan di bulan Ramadhan tidak akan sepadat bulan biasa. Alhamdulillah, setelah hampir tiga tahun di Surabaya nggak pernah rutin tarawih di masjid (pengakuan dosa), akhirnya bulan ini semoga bisa tercapai semua targetan-targetan ibadah dan bisa jadi orang yang lebih baik lagi. Aaamiin. Nah, tapi ada sedikit kerugiannya juga nih, bukan kerugian sih sebenarnya tapi peluang untuk jadi rugi, yaitu waktu di kantor jadi lebih banyak selo nya. Ada rasa bersalah karena menerima gaji utuh tapi pekerjaan tidak terlalu banyak. Adakah yang mengalami hal yang sama? Karena selo, dan lelah karena practice writing ielts berkepanjangan, hehe, maka saya sempatkan saja untuk menulis review tentang novel edisi terakhir dari serial supernova nya ibu suri alias Dewi Lestari.

Saya mengenal novel supernova di bangku SMA, dimana pada saat itu sudah terbit tiga seri supernova, yaitu Kesatria, Puteri dan Bintang Jatuh (KPBJ), Akar dan Petir. Saya pun tidak membaca secara urut, mengingat keterbatasan bukunya di perpustakaan kecamatan dan supernova sendiri termasuk judul buku yang sering dipinjam. Mendengar nama serialnya saja sudah cukup aneh, apalagi penulisnya yang saya tahu adalah seorang penyanyi. Sebelum mereview lebih dalam seri Intelegensi Embun Pagi, ijinkan saya bernostalgia sedikit mengenai beberapa karakter dan alur cerita pada buku supernova seri sebelumnya.

Beli Novel Supernova Intelegensi Embun Pagi Di Sini


Reuben dan Dhimas mengawali kisah cerita supernova sebagai pasangan gay yang terobsesi membuat sebuah karya novel yang menggunakan acuan fakta empiris dan teori saintifik. Perjalanan mereka menuliskan novel kemudian menjadi sebuah perjalanan fantasi semi supranatural yang mencengangkan keduanya karena mereka bertemu dengan tokoh-tokoh yang mereka ciptakan di dunia nyata. Adalah Gio, Diva, Rana, Arwin dan Ferre tokoh-tokoh di dunia nyata sekaligus berada di alam fiksi Dhimas dan Reuben. Dewi Lestari menceritakan dengan sangat substansial setiap karakter dan hubungannya antara satu dengan yang lain. Alur cerita dikisahkan seolah-olah terpisah antara cinta segitiga Rana,Arwin dan Ferre dengan hubungan antara Gio dan Diva. KPBJ ditutup dengan menghilangnya Diva dan awal petualangan Gio mencari Diva di dataran Amerika Selatan. Supernova KPBJ membawa aliran novel baru sains-fiksi di Indonesia dengan sentuhan spiritual. Saya membayangkan bahwa suatu nilai spiritual akan bisa dibuktikan melalui teori saintifik di novel ini.

Buku kedua; Akar sama sekali tidak mengisahkan tokoh-tokoh yang ada di KPBJ. Ceritanya sama sekali berbeda. Jadi itulah mengapa tetap bisa nyambung meskipun baca serinya tidak berurutan. Tokoh utama pada seri akar adalah Bodhi yang hidupnya ibarat penjelajahan liar dalam kesendirian. Bodhi bertemu dengan Bong yang kemudian menjadi sahabatnya ketika di indonesia. Ada juga tokoh Kell yang merupakan guru tattoo artist Bodhi. Seri ini merupakan seri favorit saya, karena petualangan Bodhi di dalamnya sangat tidak mudah diprediksi. Mulai dari tattoo, ganja, sampai pertemuannya dengan wanita cantik bernama Star.

Buku ketiga; petir menceritakan elektra yang belakangan diketahui memiliki kemampuan magis menyembuhkan penyakit dengan kemampuan elektriknya. Latar belakang Bandung tahun 2000an sangat pas sekali menceritakan bagaimana elektra kemudian membangun warnet bernama elektra pop. Pada seri inilah elektra alias etra bertemu dengan Bodhi. Benang merah seri pertama dan kedua mulai terlihat. Rasa penasaran menanti-nanti kedatangan seri supernova berikutnya. Namun ternyata supernova harus vakum selama 8 tahun setelah seri ketiga Petir di tahun 2004.

Seri berikutnya Partikel lahir di tahun 2012. Pada seri ini jujur saya mulai agak bingung dengan setting dan time frame yang diterapkan. Mungkin karena jetlag ya 8 tahun gitu hehe. Dari segi tutur cerita saya juga merasakan adanya perbedaan dengan seri supernova sebelum masa vakumnya. Seri partikel ini menurut saya 'lebih' ringan dari sebelumnya. Meskipun tetap disajikan dengan menarik dan memberikan pandangan baru terhadap mitologi-mitologi portal waktu dan alam makhluk lain melaui tokoh utama bernama Zarah. Dewi Lestari tetap berhasil memberikan sentuhan saintifik yang menarik. Dari seri ini saya menyadari pola yang berulang dimana setiap seri akan fokus menceritakan tentang seseorang yang memiliki kemampuan 'spesial'. Pada seri ini, keterkaitan dengan KPBJ belum jelas terlihat.

Seri Gelombang adalah seri kelima yang lahir kurang lebih 2 tahun setelah pendahulunya. Pada seri ini kita dikenalkan dengan tokoh Alfa dan permasalahan terkait tidurnya. Sampai pada seri ini saya benar-benar merasakan ada sedikit perubahan dalam plot yang dibangun Dewi Lestari. Mitos yang dibangun tidak lagi atau mungkin tidak terlalu banyak melibatkan aspek ilmiah. Gaya bahasa kalau saya boleh berpendapat lebih terkesan 'ringan' dan banyak menggunakan tata bahasa yang tidak baku (lebih mengandalkan percakapan untuk menguraikan jalan cerita). Sehingga kadang saya merasa ada distorsi waktu dari seri 1,2,3 ke 4,5,6. Pada seri ini muncullah istilah peertas, inflitran dan sarvarra yang membuat saya harus berpikir keras untuk mencerna kembali alur cerita supernova yang sudah terbangun di kepala. Kemunculan Gio pada seri ini tidak serta merta membuat alur cerita menjadi jelas. Pada seri ini saya sudah mulai kehilangan pemikiran-pemikiran liar Dewi Lestrai tentang korelasi sains dan mitologi serta nilai sinkronisitas yang pada mulanya menjadi tema utama serial Supernova.

Tibalah akhirnya pada seri Intelegensi Embun Pagi (IEP). Seri terakhir Supernova. Dengan rasa penasaran yang sangat mendalam saya babat habis IEP dalam waktu 3 hari. Secara keseluruhan, saya cukup terkejut dengan hasil akhirnya. Di luar ekspektasi saya mengharapkan jawaban atas segala keterkaitan dari seri satu hingga kelima, namun yang saya dapatkan hanyalah sebuah pertempuran antara sang baik dan si jahat didampingi makhluk immortal pendamping bernama infiltran. Secara gammblang Dewi Lestari ingin memasukkan konsep reinkarnasi sebagai sebuah pertarungan abadi. Dengan selipan roman Alfa dan Ishtar, IEP sepertinya terlalu sayang jika berakhir menjadi semacam novel pertarungan ala superhero. Saya menduga, ada perubahan alur yang sengaja dilakukan oleh Dewi Lestari. Delapan tahun vakum dari seri Petir menuju Partikel bukanlah waktu yang singkat. Saya yakin banyak pemikiran berlalu lalang di pikiran Dewi Lestari sehingga menyebabkan alur cerita menjadi berkembang sedemikian hingga. Pada awalnya saya mengharapkan Reuben dan Dhimas menempati posisi yang krusial dalam seri Supernova dengan balutan perang pemikiran yang melibatkan teori-teori saintifik ilmiah dan mitologi-mitologi populer. Namun jalan cerita dan akhir cerita menjadi sepenuhnya hak priogratif penulis.
Ending IEP juga tidak sepenuhnya bisa disebut ending. Sangat besar akan kemunculan prekuel Supernova di kemudian hari.

Pada akhirnya saya mengucapakan selamat untuk Ibu Suri, Dewi Lestari, sudah melahirkan karya seri bernama Supernova yang menurut saya memberikan inspirasi baru terhadap karya sastra Indonesia (sok nyastra! hihi).

Demikian sedikit review saya sebagai pembaca awam yang sok-sok nyastra. Mohon maaf jika tidak mengikuti kaidah penulisan resensi Bahasa Indonesia yang baik dan benar. :-)

Post a Comment